Minggu, 19 Oktober 2014

“TANPA NAMA DOMBA-DOMBA REVOLUSI”

Bambang Soelarto

BIOGRAFI
             B. Soelarto lahir 11 September 1934 di Purworejo, Jawa Tengah, dan meninggal 3 Februari 1992. Ia telah menyelesaikan pendidikan SD, SMP, SMA-A, dan B-1 Negeri Jurusan Sejarah (1960). Ia pernah menjabat Radaktur Kebudayaan harian Tanah Air dan Daulat Rakyuat di Semarang, wartawan harian Gotong Royong, Sekretaris BUKN Jawa Tengah, Ketua Harian Dewan Kesenian, Yogyakarta, dan sejak tahun 1957 ia menjadi pegawai Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan mendapatkan penghargaan sebagai pemenang terbaik pada penulisan karya sastra tahun 1961-1962.

KAJIAN PUSTAKA
·               Unsur intrinsik : adalah cerita yang mempunyai unsur karya sastra dari dalam.
1.               Tema : gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal.
2.               Tokoh (Penokohan) : pemberian sifat pada pelau-pelaku cerita, yang tercermin pada pikiran, ucapan, dan pandangan tokoh terhadap sesuatu.
3.               Lattar (Setting) : keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa atau cerita.
4.               Alur (Plot) : urutan peristiwa yang dijalin untuk menggerakan jalan cerita.
5.               Sudut Pandang (Point Of View) : cara pengarang dalam menempatkan dirinya terhadap cerita.
6.               Gaya Bahasa : penggunaan kata-kata dalam sebuah karya sastra seseorang, yang menonjolkan cirri berbeda dari masing-
7.               masing pengarang.
§    Hiperbola : Gaya bahasa yang memberikan pernyataan yang berlebih-lebihan.
§    Parelisme : Gaya bahasa penegasan yang berupa pengulangan kata pada baris atau kalimat
§    Sarkasme : Gaya bahasa yang mengandung kata-kata kasar

8.               Amanat :  pesan yang disampikan oleh pengarang kepada pembaca melalui cerita yang dipaparkannya.

  • Unsur Ekstrinsik : Unsur yang berada diluar karya sastra atau cerita namun, turut menentukan bentuk dan isi suatu karya atau cerita.
1)      Politik  : unsur yang berhubungan dengan kota atau kenegaraan
2)      Sosial : unsur yang berhubungan dengan kehidupan sosial atau kemasyarakatan, mencakup nilai-nilai dan pola-pola prilaku antar individu ataupun kelompok.
3)      Ekonomi : unsur yang berhubungan dengan kemakmuran manusia.
4)      Budaya : unsur yang berhubungan dengan kebiasaan atau adat keseharian seseorang
5)      Sejarah : unsur yang berhubungan dengan sejarah atau peristiwa seseorang dimasa lalu.

UNSUR INTRINSIK :
1.             Tema
Cerita ini bertemakan pengkhianat dalam perjuangan mempertahankan kemerdakan.
       “Petualang : Serahkan padaku. Kalau perlu, dalam keadaan terpaksa, dalam hal-hal tertentu, aku tidak keberatan untuk kompromi dengan musuh.” (Soelarto, 1967:39)
2.             Tokoh (Penokohan)
a.              Perempuan : Seseorang yang sangat pemberani namun juga keras hati. (Protagonis)
“Perempuan : Sebab di sinilah aku menemukan arti harga diri. Di sini dalam rumah       ini pulalah aku menemukan hakikat martabat wanita dalam menghadapi tantangan hidup, tanpa menggntungkan belas kasih lelaki. Nilai kehormatan dan harga diri itulah yang akan kupertahankan. Jika perlu akan kutebus dengan tumpah darah dan nyawaku. Asal saja kematianku tidak berkalang kenistaan!”. (Soelarto, 1967:101)
b.             Penyair : Seseorang yang tegas namun juga penuh kasih sayang dan perduli dengan orang lain. (Protagonis)
“Penyair : Bicara Bapak sebagai seorang diplomat memang cukup diplomatis. Maafkan bila aku terpaksa mengatakan pada kesempatan ini, bahwa sikap Bapak-bapak semua, adalah sikap banci! Sikap egoisitis! Maunya hanya lepas dari segala risiko untuk mencari keselamatan diri pribadi saja. Itu pun ditempuh dengan cara pengecut pula”. (Soelarto, 1976:82)


c.              Petualang : Sesorang yang sangat licik dan serakah. (Antagonis)
“Petualang : Heh, dia berpikir bahwa besok pagi sudah menjadi seorang jutawan. Tidak pernah dia tahu bahwa anak kunci almari besi dan surat tagihan yang dua juta milik pedagang tolol itu kubeli dengan menjual dirinya sebagai perempuan murahan. Perempuan untuk gula-gula!”. (Soelarto, 1967:119)
d.             Politikus : Seseorang yang hanya mementingkan keselamatan diri sendiri dan pangkat kedudukan yang menguntungkan dan jabatan yang setinggi mungkin. (Antagonis)
“Politikus : Hem, satu alternatif yang tidak dapat dielakan lagi. Apa boleh buat, aku sudah didesak ke pojok fait accompali. Dan semuanya ini terang berada di luar kemampuanku untuk dapat mengatasi secara wajar. Namun, aku harus lebih dahulu dengan segala cara berusaha menyelamatkan otak dan nyawaku demi kepentingan perjuangan politik Negara”. (Soelarto, 1967:65)
e.              Pedagang : Seseorang yang hanya memikirkan keuntungan pribadi tanpa memikirkan orang lain dan tidak memiliki kesadaran patriotik. (Antagonis)
“Pedagang : Begitu aku terima duit, begitu sisa uang komisi yang lima persen kupenuhi. Dan begitu aku pulang ke Kota Utara. Meski kota kediamanku sekarang sudah menjadi daerah pendudukan, aku tidak peduli. Bagiku yang penting di sana aku bisa meneruskan usahaku berdagang. Tapi yang sekarang paling penting ialah, duit dua juta itu”. (Soelarto, 1967:26)
f.              Serdadu : Seseorang yang sangat kasar namun, hanya sebagai tokoh pelengkap yang hanya muncul pada bagian akhir cerita saja. (Tritagonis)
       “Serdadu : Mana itu perempuan, hah!” (Soelarto, 1967:120)
3.             Lattar (Setting)
a.              Tempat : Ruang Tamu Losmen
       “Si penyair sudah tiba di losmen setelah keluar untuk mencari berita tentang keadaan diluar sejak pagi-pagi. Dia mengambil tempat duduk seenaknya di ruang tamu yang terletak dibagian depan”. (Soelarto, 1967:2)
b.             Waktu : Pagi Hari
       “Dan di suatu pagi, sekitar jam delapan tiga puluh menit” (Soelarto, 1967:2)
c.              Suasana : Mencekam
       “Di luar kedengaran ledak-ledakan. Pedagang dan Petualang, buru-buru tiarap ke lantai. Dengan ketakutan Pedagang menggumamkan doa selamat”. (Soelarto, 1967:17)



4.             Alur (Plot)
a.            Awal
       “Politikus : Bung tidak sadar, aku menanyakan mana Opsir itu! Opsir lascar yang dulu mengantar aku kemari. Dia aka kuperintahkan menutup losmen busuk ini!”. (Soelarto, 1967:47)
b.             Tikaian
       “Pedagang :  Bapak benar. Perempuan rendah itu memang sudah kelewat kurang ajar! Barusan kami diusir secara kasar. Dianggapnya kami orang-orang tidak terhormat”. (Soe
larto, 1967:48)
c.            Rumitan
“Politikus : Baik Nona, kali ini kau boleh merasa menang. Tapi tunggu sebentar lagi ya! Engkau akan merasakan akibatnya menghina seorang pejabat tinggi yang berkuasa besar macam aku ini. Nona, sekali aku peringatkan menutup losmen ini, tidak tunggu besok, tidak lusa, Nona akan kehilangan rumah ini! Dan Nona akan diusir, seperti Nona telah mengusir aku!”. (Soelarto, 1967:50)
d.           Puncak
       “Perempuan : Ooo mau tunjukan taring ha!?! Silakan dibakarpun rumahku ini aku tidak bakal mnengeluh”. (Soelarto, 1967:50)
e.            Leraian
       “Petualang : Sudahlah Pak, sudahlah. Percuma saja melayani perempuan macam begitu”. (Soelarto, 1967:51)
f.             Akhir
       “Perempuan : Tuhanku ampunilah arwah mereka yang kubuh dan yang akan membunuh aku. Ampunilah arwah domba-domba revolusi sesat”. (Seolarto, 1967:122-123)





5.             Sudut Pandang (Point Of View)
Sudut pandang yang digunakan dalam Roman yang berjudul “Domba-Domba Revolusi” karya B. Soelarto terbitan tahun 1967 adalah sudut pandang orang pertama tunggal dan ketiga tunggal.
       “Dia mengambil tempat duduk seenaknya di ruang tamu losmen yang terletak di bagian depan. Perempuan : Sudah kuduga, Bung tentu pulang dengan selamat seperti kemarin pagi”. (Soelarto, 1967:2)
6.             Gaya Bahasa
§   Hiperbola
       “Penyair : Hem. Bagini maksudku, pernyataanmu tandi mengandung unsur-unsur rasa kasih sayang yang begitu murni”. (Soelarto, 1967:4)
§    Parelisme
       “Penyair : Hikmahnya terasa begitu puitis”.
       “Perempuan : Apa itu pu-i-tis”. (Soelarto, 1967:4)
§    Sarkasme
       “Pedagang : Kau perempuan setan!”. (Soelarto, 1967:17)
7.             Amanat
Junjunglah tinggi kesetiaan terhadap Negara sendiri, jangan berkhianat demi kepentingan pribadi semata.











UNSUR EKSTRINSIK
1)             Politik
“Petualang : Dan sesuai dengan iklimnya, di mana-mana senjata lebih sering bicara sebagai suatu putusan pengadilan dengan semboyan “hukum revolusi”. Bapak harus sadar bahwa dalam suasana yang begini kritis, yang lebih tampil pada umumnya adalah unsur-unsur subjektif emosionalisme dan khavinisme. Kesemuanya itu sangat mudah menenggelamkan kebenaran-kebenaran objektif, sangat mudah pula mengesampingkan hak-hak asasi individu”. (Soelarto, 1967:30)
2)             Sosial
       “Perempuan : Nah kejujuran Bung menggerakan hatiku untuk menolong Bung buat sementara waktu, termasuk makan-minum yang boleh dibayar kelak bila tulisan-tulisan Bung sudah diterbitkan, seperti kata Bung sendiri”. (Soelarto, 1976:8-9)
3)             Ekonomi
“Pedgang  : terpaksa harus mau.sebab beliau dalam urusanku bertindak sebagai perantara yang memperoleh komisi 10%. Dan kepada beliau baru kuberikan kmisi yang 5 % sebagai “uang muka atas jasa-jasa baiknya”,sedang beliau sendiri sangat memerlukan duit. Tapi aku sendiri sesenpun malah belum menerima “uang muka” untuk pembayaran borongan bahan pangan dan lauk pauk yang di pesan padaku. Padahal baha-bahan itu sudah ku setorkan semua kepada pemerintah”. (soelarto,1976:24-25)
4)             Sejarah
“Penyair : Ketika aku berumur tujuh belas tahun, aku dikeluarkan dari rumah perawatan. Dikeluarkan untuk dipanggil pulang kekampung halaman. Akan tetapi, aku berada dikampung halaman tidak lama sebab ternyata Bapak telah mempunyai rencana tertentu terhadap dirinya sendiri dan terhadap diriku. Rencana yang ditujukan terhadap diriku iyalah mengusir aku pergi untuk selamanya”. (Soelarto, 1967:90-91)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar