“TANPA
NAMA DOMBA-DOMBA REVOLUSI”
Bambang Soelarto
BIOGRAFI
B.
Soelarto lahir 11 September 1934 di Purworejo, Jawa Tengah, dan meninggal 3
Februari 1992. Ia telah menyelesaikan pendidikan SD, SMP, SMA-A, dan B-1 Negeri
Jurusan Sejarah (1960). Ia pernah menjabat Radaktur Kebudayaan harian Tanah Air dan Daulat Rakyuat di Semarang, wartawan harian Gotong Royong, Sekretaris BUKN Jawa Tengah, Ketua Harian Dewan
Kesenian, Yogyakarta, dan sejak tahun 1957 ia menjadi pegawai Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, dan mendapatkan penghargaan sebagai pemenang terbaik
pada penulisan karya sastra tahun 1961-1962.
KAJIAN PUSTAKA
·
Unsur intrinsik : adalah cerita yang mempunyai unsur karya
sastra dari dalam.
1.
Tema : gagasan pokok atau ide pikiran tentang
suatu hal.
2.
Tokoh (Penokohan) : pemberian sifat pada pelau-pelaku
cerita, yang tercermin pada pikiran, ucapan, dan pandangan tokoh terhadap
sesuatu.
3.
Lattar (Setting) : keterangan mengenai waktu, ruang, dan
suasana terjadinya peristiwa atau cerita.
4.
Alur (Plot) : urutan peristiwa yang dijalin untuk
menggerakan jalan cerita.
5.
Sudut Pandang (Point Of View) : cara pengarang dalam menempatkan
dirinya terhadap cerita.
6.
Gaya Bahasa : penggunaan kata-kata dalam sebuah karya
sastra seseorang, yang menonjolkan cirri berbeda dari masing-
7.
masing
pengarang.
§ Hiperbola : Gaya bahasa yang memberikan
pernyataan yang berlebih-lebihan.
§ Parelisme : Gaya bahasa penegasan yang
berupa pengulangan kata pada baris atau kalimat
§ Sarkasme : Gaya bahasa yang mengandung
kata-kata kasar
8.
Amanat : pesan yang disampikan oleh pengarang kepada
pembaca melalui cerita yang dipaparkannya.
- Unsur Ekstrinsik : Unsur yang berada diluar karya
sastra atau cerita namun, turut menentukan bentuk dan isi suatu karya atau
cerita.
1)
Politik
: unsur yang
berhubungan dengan kota atau kenegaraan
2)
Sosial : unsur yang berhubungan dengan kehidupan
sosial atau kemasyarakatan, mencakup nilai-nilai dan pola-pola prilaku antar
individu ataupun kelompok.
3)
Ekonomi : unsur yang berhubungan dengan
kemakmuran manusia.
4)
Budaya : unsur yang berhubungan dengan kebiasaan
atau adat keseharian seseorang
5)
Sejarah : unsur yang berhubungan dengan sejarah
atau peristiwa seseorang dimasa lalu.
UNSUR INTRINSIK :
1.
Tema
Cerita ini bertemakan pengkhianat dalam perjuangan
mempertahankan kemerdakan.
“Petualang : Serahkan padaku. Kalau
perlu, dalam keadaan terpaksa, dalam hal-hal tertentu, aku tidak keberatan
untuk kompromi dengan musuh.” (Soelarto,
1967:39)
2.
Tokoh (Penokohan)
a.
Perempuan
: Seseorang yang sangat pemberani namun juga keras hati. (Protagonis)
“Perempuan : Sebab di sinilah aku menemukan arti harga diri.
Di sini dalam rumah ini pulalah aku
menemukan hakikat martabat wanita dalam menghadapi tantangan hidup, tanpa
menggntungkan belas kasih lelaki. Nilai kehormatan dan harga diri itulah yang
akan kupertahankan. Jika perlu akan kutebus dengan tumpah darah dan nyawaku.
Asal saja kematianku tidak berkalang kenistaan!”. (Soelarto, 1967:101)
b.
Penyair
: Seseorang yang tegas namun juga penuh kasih sayang dan perduli dengan orang
lain. (Protagonis)
“Penyair : Bicara Bapak sebagai seorang diplomat memang
cukup diplomatis. Maafkan bila aku terpaksa mengatakan pada kesempatan ini,
bahwa sikap Bapak-bapak semua, adalah sikap banci! Sikap egoisitis! Maunya
hanya lepas dari segala risiko untuk mencari keselamatan diri pribadi saja. Itu
pun ditempuh dengan cara pengecut pula”. (Soelarto,
1976:82)
c.
Petualang
: Sesorang yang sangat licik dan serakah. (Antagonis)
“Petualang : Heh, dia berpikir bahwa besok pagi sudah
menjadi seorang jutawan. Tidak pernah dia tahu bahwa anak kunci almari besi dan
surat tagihan yang dua juta milik pedagang tolol itu kubeli dengan menjual
dirinya sebagai perempuan murahan. Perempuan untuk gula-gula!”. (Soelarto, 1967:119)
d.
Politikus
: Seseorang yang hanya mementingkan keselamatan diri sendiri dan pangkat
kedudukan yang menguntungkan dan jabatan yang setinggi mungkin. (Antagonis)
“Politikus : Hem, satu alternatif yang tidak dapat dielakan
lagi. Apa boleh buat, aku sudah didesak ke pojok fait accompali. Dan semuanya ini terang berada di luar kemampuanku
untuk dapat mengatasi secara wajar. Namun, aku harus lebih dahulu dengan segala
cara berusaha menyelamatkan otak dan nyawaku demi kepentingan perjuangan
politik Negara”. (Soelarto, 1967:65)
e.
Pedagang
: Seseorang yang hanya memikirkan keuntungan pribadi tanpa memikirkan orang
lain dan tidak memiliki kesadaran patriotik. (Antagonis)
“Pedagang : Begitu aku terima duit, begitu sisa uang komisi
yang lima persen kupenuhi. Dan begitu aku pulang ke Kota Utara. Meski kota
kediamanku sekarang sudah menjadi daerah pendudukan, aku tidak peduli. Bagiku
yang penting di sana aku bisa meneruskan usahaku berdagang. Tapi yang sekarang
paling penting ialah, duit dua juta itu”. (Soelarto,
1967:26)
f.
Serdadu
: Seseorang yang sangat kasar namun, hanya sebagai tokoh pelengkap yang hanya
muncul pada bagian akhir cerita saja. (Tritagonis)
“Serdadu : Mana itu perempuan, hah!” (Soelarto, 1967:120)
3.
Lattar (Setting)
a.
Tempat
: Ruang Tamu Losmen
“Si penyair sudah tiba di losmen setelah
keluar untuk mencari berita tentang keadaan diluar sejak pagi-pagi. Dia
mengambil tempat duduk seenaknya di ruang tamu yang terletak dibagian depan”. (Soelarto, 1967:2)
b.
Waktu
: Pagi Hari
“Dan di suatu pagi, sekitar jam delapan tiga puluh menit” (Soelarto, 1967:2)
c.
Suasana
: Mencekam
“Di luar kedengaran ledak-ledakan.
Pedagang dan Petualang, buru-buru tiarap ke lantai. Dengan ketakutan Pedagang
menggumamkan doa selamat”. (Soelarto, 1967:17)
4.
Alur (Plot)
a.
Awal
“Politikus : Bung tidak sadar, aku
menanyakan mana Opsir itu! Opsir lascar yang dulu mengantar aku kemari. Dia aka
kuperintahkan menutup losmen busuk ini!”. (Soelarto,
1967:47)
b.
Tikaian
“Pedagang : Bapak benar. Perempuan rendah itu memang
sudah kelewat kurang ajar! Barusan kami diusir secara kasar. Dianggapnya kami orang-orang tidak terhormat”. (Soe
larto, 1967:48)
c.
Rumitan
“Politikus : Baik Nona, kali ini kau boleh merasa menang.
Tapi tunggu sebentar lagi ya! Engkau akan merasakan akibatnya menghina seorang
pejabat tinggi yang berkuasa besar macam aku ini. Nona, sekali aku peringatkan
menutup losmen ini, tidak tunggu besok, tidak lusa, Nona akan kehilangan rumah
ini! Dan Nona akan diusir, seperti Nona telah mengusir aku!”. (Soelarto, 1967:50)
d.
Puncak
“Perempuan : Ooo mau tunjukan taring
ha!?! Silakan dibakarpun rumahku ini aku tidak bakal mnengeluh”. (Soelarto, 1967:50)
e.
Leraian
“Petualang : Sudahlah Pak, sudahlah.
Percuma saja melayani perempuan macam begitu”. (Soelarto, 1967:51)
f.
Akhir
“Perempuan : Tuhanku ampunilah arwah
mereka yang kubuh dan yang akan membunuh aku. Ampunilah arwah domba-domba
revolusi sesat”. (Seolarto, 1967:122-123)
5.
Sudut Pandang (Point Of View)
Sudut pandang yang digunakan dalam Roman yang berjudul “Domba-Domba
Revolusi” karya B. Soelarto terbitan
tahun 1967 adalah sudut pandang orang pertama tunggal dan ketiga tunggal.
“Dia mengambil tempat duduk seenaknya di
ruang tamu losmen yang terletak di bagian depan. Perempuan : Sudah kuduga, Bung
tentu pulang dengan selamat seperti kemarin pagi”. (Soelarto, 1967:2)
6.
Gaya Bahasa
§ Hiperbola
“Penyair : Hem. Bagini maksudku,
pernyataanmu tandi mengandung unsur-unsur rasa kasih sayang yang begitu murni”.
(Soelarto, 1967:4)
§ Parelisme
“Penyair : Hikmahnya terasa begitu
puitis”.
“Perempuan : Apa itu pu-i-tis”. (Soelarto, 1967:4)
§ Sarkasme
“Pedagang : Kau perempuan setan!”. (Soelarto, 1967:17)
7.
Amanat
Junjunglah tinggi kesetiaan terhadap Negara sendiri, jangan
berkhianat demi kepentingan pribadi semata.
UNSUR EKSTRINSIK
1)
Politik
“Petualang : Dan sesuai dengan
iklimnya, di mana-mana senjata lebih sering bicara sebagai suatu putusan
pengadilan dengan semboyan “hukum revolusi”. Bapak harus sadar bahwa dalam
suasana yang begini kritis, yang lebih tampil pada umumnya adalah unsur-unsur
subjektif emosionalisme dan khavinisme. Kesemuanya itu sangat mudah
menenggelamkan kebenaran-kebenaran objektif, sangat mudah pula mengesampingkan
hak-hak asasi individu”. (Soelarto,
1967:30)
2)
Sosial
“Perempuan : Nah kejujuran Bung
menggerakan hatiku untuk menolong Bung buat sementara waktu, termasuk
makan-minum yang boleh dibayar kelak bila tulisan-tulisan Bung sudah
diterbitkan, seperti kata Bung sendiri”. (Soelarto,
1976:8-9)
3)
Ekonomi
“Pedgang : terpaksa harus mau.sebab
beliau dalam urusanku bertindak sebagai perantara yang memperoleh komisi 10%.
Dan kepada beliau baru kuberikan kmisi yang 5 % sebagai “uang muka atas
jasa-jasa baiknya”,sedang beliau sendiri sangat memerlukan duit. Tapi aku
sendiri sesenpun malah belum menerima “uang muka” untuk pembayaran borongan
bahan pangan dan lauk pauk yang di pesan padaku. Padahal baha-bahan itu sudah
ku setorkan semua kepada pemerintah”. (soelarto,1976:24-25)
4)
Sejarah
“Penyair : Ketika aku berumur tujuh belas tahun, aku
dikeluarkan dari rumah perawatan. Dikeluarkan untuk dipanggil pulang kekampung
halaman. Akan tetapi, aku berada dikampung halaman tidak lama sebab ternyata
Bapak telah mempunyai rencana tertentu terhadap dirinya sendiri dan terhadap
diriku. Rencana yang ditujukan terhadap diriku iyalah mengusir aku pergi untuk
selamanya”. (Soelarto, 1967:90-91)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar